Jumat, 09 Maret 2012

Hukum Konstitusi

Hukum Konstitusi  

A. Peristilahan
Istilah “Hukum Tata Negara” dapat dianggap identik dengan pengertian “Hukum Konstitusi” yang merupakan terjemahan langsung perkataan Constitutional Law (Inggris), Droit Constitutionnel (Prancis), Diritto Constitutionale (Italia), atau Verfassungsrecht (Jerman). Dalam bahasa Inggris, istilah Constitutional Law, memang biasa diterjemahkan sebagai “Hukum Konstitusi”. Namun, istilah “Hukum Tata Negara” jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, niscaya perkataan yang digunakan adalah Constitutional Law.
Di antara para ahli hukum, ada pula yang berusaha membedakan kedua istilah ini dengan menganggap bahwa istilah Hukum Tata Negara itu lebih luas cakupan pengertiannya daripada istilah Hukum Konstitusi. Hukum Konstitusi diaanggap lebih sempit karena hanya membahas hukum dalam perspektif teks undang-undang dasar, sedangkan Hukum Tata Negara tidak hanya terbatas pada undang-undang dasar. Pembedaan ini sebenarnya terjadi karena kesalahan dalam mengartikan perkataan konstitusi (verfassung) itu sendiri yang seakan-akan diidentikkan dengan undang-undang dasar (grundgesetz). Karena kekeliruan tersebut, Hukum Konstitusi dipahami lebih sempit daripada Hukum Tata Negara.
Dalam bahasa Jerman dibedakan antara istilah grondrecht (hak dasar), verfassung, dan grundgezet. Dalam bahasa Belanda juga dibedakan antara grondrecht (hak dasar), constitutie, dan grondwet. Demikian pula, dalam bahasa Prancis dibedakan antara droit constitutionnelle dan loi constitutionnelle. Istilah pertama identik dengan pengertian konstitusi, sedangkan yang kedua adalah undang-undang dasar dalam arti konstitusi yang tertuang dalam naskah tertulis. Untuk pengertian konstitusi dalam arti undang-undang dasar, sebelum dipakai istilah grondwet, di Belanda pernah dipakai juga istilah staatsregeling. Atas prakarsa Gijsbert Karel van Hogendorp pada 1813, istilah grondwet dipakai untuk menggantikan istilah staatsregeling.

B. Pengertian Hukum Konstitusi
1. A.V. Dicey
Seperti yang telah dikatakan di atas, peristilahan antara Hukum Konstitusi dan Hukum Tata Negara memiliki kesamaan apabila diterjemahkan ke dalam bahasa di luar bahasa Indonesia (Inggris, Belanda, Prancis, dan sebagainya). Karena itu, pengertian hukum konstitusi menurut A.V. Dicey, dapat dianalogikan dengan Hukum Tata Negara. Dalam bukunya yang berjudul “An Intoduction to the Study of the Law of the Constitution”, A.V. Dicey menyebutkan bahwa Hukum Tata Negara mencakup semua peraturan yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi distribusi atau pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat dalam negara. Dalam hal ini, A.V. Dicey menitikberatkan mengenai persoalan distribusi atau pembagian kekuasaan dan pelaksanaan kekuasaan tertinggi suatu negara. Semua aturan (rules) yang mengatur hubungan-hubungan antarpemegang kekuasaan negara yang tertinggi satu dengan yanglain disebut olehnya sebagai hukum tata negara atau constitutional law.
2. Sri Soemantri
Dalam disertasinya, Prof. Sri Soemantri M. mengartikan konstitusi sama dengan undang-undang dasar. Hal ini didasarkan bahwa dalam sejarahnya, konstitusi itu dibuat dalam bentuk tertulis sebagai suatu kesepakatan antara rakyat dan raja pada masa Romawi. Agar pihak-pihak yang menyepakati selalu ingat perjanjian tersebut, dibuatlah dalam bentuk tertulis. Karena itu, Hukum Konstitusi diartikan oleh Prof. Soemantri sebagai hukum tertulis yang saat ini terbentuk dalam UUD.

3. C.F. Strong
Dalam bukunya yang berjudul “Modern Political Constitutins”, C.F. Strong menerangkan bahwa pemerintah dalam arti luas harus mempunyai kekuasaan perundang-undangan (legislative power), kekuasaan pelaksanaan (executive power), dan kekuasaan peradilan (judicial power) yang dapat disebut sebagai tiga bagian pemerintahan dan bersaama-sama menjelmakan kedaulatan dalam negara modern. Setelah itu , konstitusi dapat dirumuskan sebagai satu kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak-hak rakyat, serta hubungan antara penguasa dan rakyat. Yang menjadi tujuannya adalah mencegah perbuatan sewenang-wenang penguasa, menjamin hak-hak rakyat, dan menetapkan pelaksanaan kedaulatan.

4. K.C. Wheare
Dalam bukunya yang berjudul Modern Constitutions, K.C. Wheare membedakan konstitusi dalam arti luas dan konstitusi dalam arti sempit sebagai berikut.
“First of all it (constitution) is used to describe the whole system of government of a country, the collection of rules which establish and regulate or govern the government. These rules are pertly legal, in the sense that courts of law will recognize and apply them, and partly non-legal or extra legal, taking the form of usages, understandings, customs, or conventions which couts do not recognize as law but which are not less effective in regulating the government than the rules of law strictly so called. In most countries of the world the system of government is composed of this mixture of legal and nonlegal rules and it is possible to speak of this collection of rules as the Constitutions.”

5. Wade and Philips
Dalam bukunya yang berjudul Constitutional Law, tahun 1939, Wade and Philips merumuskan “Constitutional law is ... body of rules which prescribes (a) the structure, (b) the functions of the organs of central and local government”. Dalam buku yang sama, terbitan tahun 1960, dinyatakan,”in the generally accepted of the term it means the rules which regulate the structure of the principal organs of government and their relationship to each other, and determine their principal functions”.      

C. Peristilahan dan Pengertian Konstitusi
Dari catatan sejarah klasik terdapat dua perkataan yang berkaitan erat dengan pengertian konstitusi sekarang, yaitu perkataan Yunani Kuno, politeia, dan perkataan bahasa latin, constitutio, yang juga berkaitan dengan kata jus. Kedua perkataan, politeia dan constitutio itulah awal gagasan konstitusionalisme diekspresikan oleh umat manusia beserta hubungan di antara kedua istilah dalam sejarah. Dari kedua istilah itu, kata politeia dari kebudayaan Yunani dapat disebut yang paling tua usianya.
Dalam bahasa Yunani kuno tidak dikenal adanya istilah yang mencerminkan pengertian kata jus ataupun constitutio sebagaimana dalam tradisi Romawi yang datang kemudian. Menurut Charles Howard Mcllwain, dalam bukunya yang berjudul Constitutionalism : Ancient and Modern (1947), perkataan constitution pada zaman Kekaisaran Romawi (Roman Empire), dalam bentuk bahasa latinnya, mula-mula digunakan sebagai istilah teknis untuk menyebut the acts of legislation by the Emperor. Bersamaan dengan banyak aspek hukum Romawi yang dipinjam ke dalam sistem pemikiran hukum di kalangan gereja, istilah teknis constitution juga dipinjam untuk menyebut peraturan-peraturan eklesiastik yang berlaku di seluruh gereja ataupun untuk beberapa peraturan eklesiastik yang berlaku di gereja-gereja tertentu (ecclesiastical province). Oleh karena itu, kitab-kitab Hukum Romawi dan Hukum Gereja (Kanonik) itulah yang sering dianggap sebagai sumber rujukan atau referensi paling awal mengenai penggunaan perkataan constitution dalam sejarah.
Secara etimologis, antara kata “konstitusi”, “konstitusional”, dan “konstitusionalisme”, inti maknanya sama, tapi penggunaan katanya berbeda. Konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (UUD dan sebagainya) atau UUD suatu negara. Dengan kata lain, segala tindakan atau perilaku seseorang ataupun penguasa berupa kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpangi konstitusi, berarti tindakan (kebijakan) tersebut adalah tidak konstitusional. Berbeda halnya dengan konstitusionalisme, yaitu suatu paham pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.
Dalam bahasa Inggris, istilah constitution memiliki padanan dengan perkataan grondwet di dalam bahasa Belanda dan grundgesetz di dalam bahasa Jerman. Grond,, dalam bahasa Belanda, memiliki makna yang sama dengan grund dalam bahasa Jerman yang berarti “dasar”. Sementara itu, wet dan gesetz biasa diartikan undang-undang. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia, grondwet itu disebut dengan istilah undang-undang dasar.
Meskipun begitu, para ahli, pada umumnya sepakat bahwa pengertian kata konstitusi itu lebih luas daripada undang-undang dasar. Sarjana Belanda seperti L.J. van Apeldoorn juga menyatakan bahwa constitutie itu lebih luaas daripada grondwet. Menurut Apeldoorn, grondwet itu hanya memuat bagian tertulis dari constitutie yang mencakup juga prinsip-prinsip dan norma-norma dasar yang tidak tertulis. Demikian pula di Jerman, verfassung dalam arti konstitusi dianggap lebih luas pengertiannya daripada grundgesetz dalam arti undang-undang dasar.
Sementara itu, pengertian basic law dan fundamental law dapat pula diartikan dari setaip katanya. Menurut Kamus Inggris Indonesia yang dirangkum oleh John M. Echols, basic diartikan sebagai (1) dasar dan (2) utama, sedangkan fundamental diartikan sebagai pokok atau asas. Di sisi lain, law memiliki arti : (1) hukum, (2) dalil, (3) alat-alat hukum, dan (4) undang-undang.
Berdasarkan rumusan Kamus tersebut, basic law dapat memiliki arti hukum dasar atau undang-undang dasar. Hal ini menindikasikan bahwa pengertian basic law identik dengan undang-undang dasar yang memiliki bentuk tertulis. Sementara itu, fundamental law, sesuai dengan rujukan di atas, memiliki padanan arti hukum pokok atau undang-undang pokok. Jika dikatakan sebagai undang-undang pokok, dapat diindikasikan bahwa hal itu merujuk pada pengertian konstitusi secara tertulis. Namun, jika padanan kata yang digunakan adalah hukm pokok, belum tentu konstitusi dianggap tertulis. Wallahualam bisahwab.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar